Kaca Mata Fabrice

Jika anda berkunjung ke kantor Imigrasi, pasti anda akan banyak melihat begitu banyak orang asing yang asal negaranya berbeda satu sama lain.
 
Oleh Anselmus Masan Rumat 

Bagaimaa melihat sesuatu ?
Sumber foto google 2018



Siang itu, Saya ke kantor Imigrasi Yogyakarta. Kantor itu terletak di dekat bandara Adisucipto Yogyakarta. Tampa sengaja saya  bertemu dan berkenalan dengan seorang asing bernama Fabrice dalam ruangan itu. Fabrice berasal dari Negara Prancis dan berprofesi sebagai guru bahasa Prancis. Fabrice  tinggal di daerah kalasan bersama istri, anak dan keluarga dari istrinya.

Kalasan adalah salah satu daerah yang terletak di pinggir kota yogyakarta, suasananya sunyi, sepi dan kehidupan orang-orang di wilayah tersebut terbilang sosial. Menurut Fabrice dia tidak cocok hidup di daerah bagian kota, sebab daerah kota suasananya ribut dan panas.

“Saya dari kecil sampai tumbuh dewasa tinggal di desa”, katanya dalam bahasa Indonesia fasih. Kalau di Prancis, dia melanjutkan, jarak desanya dengan kota paris kira-kira 700 KM.

Sifatnya yang welcome kepada siapa saja dan humoris membawah kami untuk terus bercerita. Fabrice datang ke Indonesia pertama kali pada tahun 1996.   Ketika itu dia datang bersama mantan pacarnya dan seorang teman dari asal yang sama.  Mereka menetap hanya setahun di Yogyakarta dan tahun 1997 mereka kembali ke prancis. Merasa jiwanya masih tertinggal di Yogyakarta, Fabrice hanya menetap satu tahun di Prancis. 


Tahun 1998 tanpa ditemani seorang teman pun, Fabrice datang lagi ke Yogyakarta. Dia kemudian bertemu dan berkenalan dengan seorang perempuan pribumi. Kesesuaian karakter saling mengerti satu sama lain mengantar berdua ke jenjang pacaran dan berujung pada pelaminan pada tahun 2010. Pernikahan mereka dikaruniai seorang anak laki-laki bernama Demands. 

Suatu hari Fabrice berkunjung ke salah satu tempat yang masih di kota Jogja. Tampa sengaja dia bertegur sapa dengan seorang lelaki berumur separuh bayah asal Belanda. Nama pria itu Forland. Perkenalan singkat itu mengantar mereka menjadi akrab. Kelancaran komunikasi adalah faktor sehingga berdua memutuskan untuk bekerja sama. 

“Sekarang saya berkerja dengan Forland”, Kata fabrice sambil menulis biodata pada selember Formulir. “Perkerjaan kami yaitu membuat Sistem Pengaman Aplikasi Android”.

Awalnya Fabrice bekerja dengan senang hati karena memang kesukaannya ialah mengotak atik Komputer. Namun dengan perlahan pekerjaan yang mengasyikkan itu tidak memberi hatinya puas. Sebab gaji yang diterimanya tidak sebanding dengan jerih payahnya.

Hari mulai kesiangan, tapi obrolan kami belum berujung. Meskipun pekerjaan dia begitu, Fabrice mengaku tidak memiliki akun facebook. Baginya akun tersebut baik untuk anak muda dan tidak cocok orang setua dia. Ia menyebutkan bahwa Facebook merupakan Jaringan Orang Yahudi. Lebih dari itu, akun tersebut terdapat banyak Intelijen Amerika yang tiap detik bisa mendeteksi keberadaan setiap pengguna akun tersebut.

Merasa belum lengkap, kini pembicaraan kami berganti topic. Kali ini tentang makanan khas dan seperti apa kehidupan di Prancis, tempat kelahirannya. Makanan khas Prancis yaitu  Nasi, Gandum, Kentang dan beberapa makanan lain. Ia pun menyampaikan jenis pekerjaan oleh rakyat Prancis antara lain: kantor, petani, pedagang, dan kuli di bangunan. Tidak jauh berbeda dengan jenis perkerjaan di Indonesia.

Pembicaraan diatas membawah ingatan Fabrice kembali ke kampung halamannya, Prancis. Namun kapasitasnya sudah tidak bujang lagi membuat dia tak semudah begitu saja untuk kembali ke Prancis. Sebagai seorang kepala keluarga dia bertanggung jawab besar untuk menafkai istri dan anak-anak dengan biaya hidup yang tak murah. Fabrice mengaku sudah 6 tahun dia belum pulang ke Prancis karena tidak punya uang. 

Fabrice mengatakan dia sudah kangen sama adik dan semua keluarga di Prancis. Kalau ada rezeki dia akan pulang secepatnya.

“Mungkin kalau jadi pulang ke sana saya berangkat bersama istri saja, anak saya titip di Oma (Oma adalah ibu dari Istrinya). Sebab anak saya nakal, bikin pusing”, Ucap dia sambil tertawa terkekeh.

Bagi siapapun pasti akan merancang strategi dan perencanaan baru ketika suasana hidupnya semakin mencekam. Sama halnya dengan Fabrice pria beranak satu itu. karena prihatin dengan kehidupan dan ekonomi keluarganya, dia berencana bekerja sesuai basicnya yaitu menjadi guru bahasa Prancis tapi bukan di Indonesia. Dia mengakatakan Indonesia memiliki banyak tempat khusus bahasa asing belum resmi alias Ilegal.

“Mungkin tahun depan saya ke Malaysia. Saya ingin menjadi guru bahasa prancis di sana. Saya punya banyak teman di sana dan saya sering kontak dengan mereka”. katanya tak mengurung niat kecilnya.

                                                                          
                                                                               Jl Babarsari, Dirgantara III no. 19 Yogyakarta, 2016.

Comments

Popular posts from this blog

Sekolah Indonesia Pertama Bagi Anak TKI di Sabah, Malaysia

Lebih dekat dengan Lamalera dalam Tradisi Baleo.

Singgah sebentar, melihat Animal Biotechnology milik Sabah Malaysia.