Dikasih Nama Rumah Kompos

Rasa Setia Iman Santosa sedang santai di dalam kantor.

 Foto oleh Anselmus Masan Rumat

Sampah itu masalah kita bersama. Baik pemerintah maupun masyarakat harus tetap bergandengan tangan dalam menanganinya.
Cerita Oleh Anselmus Masan Rumat.
Foto Oleh Aselmus Masan Rumat dan Rasa Setia Iman Santosa

Masalah sampah merupakan problematika yang sampai kini belum banyak terobosan baru yang dapat memberikan suatu titik terang yang memuaskan. Sampah dapat dikategorikan sampah organik dan non organic. Sampah-sampah ini ketika berada di tangan orang yang kurang tepat akan menyebabkan malapetaka terhadap lingkungan. Sampah organik adalah sampah hasil pelapukan (dari ukuran besar ke ukuran kecil) dan tidak berbau contonya Kompos. Sedangkan sampah non-organik adalah sampah bukan berasal dari organic dan biasa berasal dari bahan sintetik (buatan) dari teknologi tertentu yang hasilnya seperti botol plastik, tas dan kaleng. Sampah organik lebih ramah lingkungan daripada sampah non-organik.
Peningkatan jumlah sampah begitu memaksa DLH (Dinas Lingkungan Hidup) untuk menciptakan program baru untuk menekan jumlah sampah yang berlebihan. Sebut saja, Orang-orang DLH tidak akan pernah menyerah untuk berusaha menemukan terobosan-terobosan baru ataupun konsep baru untuk mengatasi hal tersebut. Ada berbagai cara untuk menangani masalah itu. salah satunya melalui edukasi pada masyarakat tentang mengurang sampah yang baik.
Di sebelah selatan kantor Dinas Lingkungan Hidup itu, saya bertemu dengan salah satu Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dia yang saya temui ketika itu tengah makan siang pada jam istirahat pukul 11:00 WIB. Tingginya kira-kira 130 cm. Pancaran mata dan kerutan di wajahnya menerangkan bahwa ia telah melahap berbagai pengalaman hidup yang sudah dia lakukan dan dia rasakan semasa hidupnya. 
Beliau adalah Rasa Setia Iman Santosa. Begitu nama lengkapnya. Beliau merupakan pegawai  di DLH (Dinas Lingkungan Hidup) terkhususnya di bidang pengurang sampah. Pria lulusan UII ini dipercaya sebagai kepala seksi pengurangan sampah sejak awal 2017. Kini dirinya tengah konsen pada pembuatan kompos dari limbah rumah tangga terkhusunya di daerah Nitikan. Tepat di nitikan ada Wedu  atau TPS (Tempat Pembuangan Sampah). Nitikan adalah daerah yang dijadikan sebagai tempat membuat kompos. Nitikan memiliki sebutan khusus yaitu “Rumah Kompos”. 

Waktu berlalu tak terhitung. Yang jelas bahwa hari sudah semakin siang. Tapi panas siang itu tidak menghalangi semangatnya untuk terus bercerita tentang aktivitas kompos yang kini sedang dia tekuni.

“Disana kita punya tenaga teknisi yang sudah dikasih pelatihan serta edukasi tentang pembuatan kompos dan teknik memilah sampah organik dan an organik” kata pria lulusan UII itu. sampah organic ini yang kemudian dipakai untuk membuat pupuk kompos
Roso. Begitu nama panggilannya, mulai menekuni pekerjaan itu pada bulan januari 2017. Beliau mengaku dia dibantu oleh para teknisinya dalam mewujudkan impian mereka tersebut yaitu mengurang sampah dengan memanfaatkan limbah organic menjadi pupuk kompok.  Dia menuturkan hasil pupuk yang dibuat mengikuti SNI (Standar Nasional Indonesia). 
Roso mengatakan bahwa, Proses pembuatan kompos dengan memanfaatkan sampah oragnik yang salah satunya adalah dedaunan. Mulanya  daun-daun tersebut dipotong kira kira 15 cm, dimasukan ke dalam wadah dan di tambah agen pengurai seperti EM4 dan tetes tebu (pengurai selulosa menjadi bahan yang lebih sederhana). Hasil kompos yang jadi adalah ¼ dari jumlah total limbah dengan membutuhkan waktu minimal 1 bulan tapi lebih dari satu bulan lebih bagus. Jadi jika  100 kg maka  hasil komposnya adalah 25 kg. selain membutuhkan bahan untuk membuat kompos namun suhu juga yang diperhatikan yaitu suhu yang digunakan sekitar 400 C- 700 C. 
Hasil Kompos yang sudah halus siap untuk di kemas dalam karung.
Sumber Dinas Lingkungan Hidup Yogyakarta

Kompos yang telah jadi dihaluskan menggunakan mesin dan dikemas dalam bungukusan karung. Roso mengatakan pemanfaatan kompos yang telah jadi digunakan oleh pihak yang membutuhkan seperti DLH dan dibagikan ke masyarakat secara gratis. Pada DLH yang terkhususnya dibidang Ruang Terbuka Hijau.
 

Kompos siap di distribusikan
Foto Oleh Rasa Setia Iman Santosa




Ada kesan tersendiri ketika pertama kali saya bertemu dengan dirinya. Orangnya ramah. bertanggung jawab, berhati sabar dan siap bekerja apa saja. Itu adalah moto hidupnya. Dia juga menyapaikan sejarah hidupnya dalam mendapat pekerjaan yang tetap. Dimana, dia mengatakan dia harus bekerja berpindah dari suatu tempat ke tempat lain.
“Awalnya saya kerja sebagai pembuat amplop dari kertas bekas”, kata  pria 40 tahun itu.  , dia melanjutkan, memang kerja tidak selalu berjalan mulus. tapi itulah adalah fondasi yang kuat menjadikan saya seperti  yang sekarang
Akhirnya tulisan ini  ditutup dengan pesan Rasa Setia Iman Santosa.
“Kerja apa saja mau. Yang penting enjoy. Kalau kita sudah enjoy pasti, yang terbaik akan datang”, katanya menutup pembicaraan.




Rasa Setia Iman Santosa TTL Bantul, 25 Mei 1967
Sejarah Pekerjaan
Tahun 1994-2000 kariawan Pembangunan Desa (PMB)
Tahun  2000-2006 Staf alat dan pembekalan di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Yogyakarta.
Tahun  2006-2009 Kepala Seksi Pengangkutan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Yogyakarta
Tahun  2009-2012 kepala seksi Pembersihan di Badan Lingkungan Hidup (BLH) Yogyakarta
Tahun  2012-2017 Kepala Seksi Pengurangan Sampah di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Yogyakarta.

Comments